CERPEN : Langkah 400 Meter Dari Braga




Kakiku berdiri dengan lengan menyandang tas merah negri asal Hitler.
Hari yang teduh, bisa kurasakan angin membuai pipiku.

Kutelusuri Jl. Braga ini.
Menikmati setiap Senti Braga.
Mencari kudapan manis disela pengunjung remaja.
Tawa senyum dan hingar bingar Remaja usia SMA. Mengingatkanku akan dirimu. 

Kamu ....
Yang mungkin takkan diingat banyak teman.
 Kamu yang pendiam walau mampu bicara dengan baik. 
 Kamu yang harus kulewati karena beda pertemanan. 
 Kamu yang kulewati karena Keyakinan memisahkan.

Hmmm ... 
Aroma yang kukenal. 
Kusukai ....
Menggelitik indraku, aroma kopi yang tak mampu kutolak.
"Tapi kita butuh cemilan bukan minuman." Ucap hatiku mengingatkan indraku.

Kulewati Kafe ternama youtuber horor Favoritku, kusempatkan mengingat episode area ini. Membeli sedikit marchendise lalu melangkah keluar.

Kududuk disana didepan sepotong Roti Kopi, air mineral dan sebungkus rokok. Menelpon kerabatku yang dalam kesulitan.
Terfokus pada gelombang suara yang sampai dengan jelas berbentuk pesan. Terpana aku melihat sosok di depanku.
Tertutup masker dalam pandemi.

Postur tubuhmu sangat kukenal.
Terekam dengan baik selama 3 tahun waktu menuntut ilmu bersamamu.
Sebuah jejak rekaman setiap hari dari mata remajaku.

Aku tergagap menjawab gelombang suara dalam gawaiku. Kusudahi saja agar tak berlanjut serta Merta. Terpana memandang mu tepat dimataku yang bukan remaja kini.

"Hai Neng ...."
Hanya dia satu manusia dari masa remaja yang memanggilku begitu. Padahal hanya beda 11 hari waktu kami pertama kali melihat dunia.

Hari ini hatiku akhirnya mampu ungkapkan dan banyak bercerita kepada otakku. 
Yaaa tanpa melibatkan lidah dan mulutku.
Sehingga hanyalah indraku yang saling bercerita.

Mulutku yang biasanya mampu menguasai keadaan kali ini hanya mampu tersenyum. Mengiyakan ajakan menggunakan kakiku melangkah menelusuri Braga.

Langkah pertama menyebrangi padatnya besi berjalan yang mengantri disepanjang Braga. Lalu melanjuti setiap langkah sepanjang Braga berbelok kejalan yang sepi. Dan sampai di zebra cross yang menyebrangnya dibantu Bapak Pengaman.

Sampailah di langkah 400 meter.
Meninggalkan keramaian Braga.
Menikmati 2 jenis teh tawar dalam 1 cangkir.
Berbatang-batang rokok.
Mengalir penuh Lika liku pembicaraan.

Jiwa mu aku simpan sebagai kenangan. 
Jiwa yg kupahami dan tak kusangsikan selalu mengutamakan kesenanganku terlebih dahulu. 

Perpisahan kini bukan perpisahan.
Karena bahu dan dada bidangmu kelak kutahu masih mampu tersajikan.
Tak mungkin memadai waktu disetiap kubutuh pelukan.
Tak memadai dimensimu disetiap kubutuh sandaran.

Kita cukup tahu ....
400 meter dalam langkah itu mengantarkan kita pada cara yang tak mampu dilukiskan.

Kita cukup faham.
Braga akan jadi semilyar kenangan.

28 Nov 2020
LembongKetikaMatamuTertidur

#MomiefthaStory
#Cerpen
#Braga

Komentar